Sabtu, 23 Mei 2009

BK dan Manajemen Penanganan Efektif

BK dan Manajemen Penanganan Efektif

Perkembangan BK tahun 1990 boleh dikatakan cukup menggembirakan di sekolah-sekolah negeri, khususnya SMU dan SMP telah banyak diangkat tenaga guru pembimbing profesional.

Untuk beberapa daerah, hampir merata 1:150, kecuali Jawa Tengah, Sebagaimana dilaporkan Kedaulatan Rakyat 17 April 1997, masih kekurangan guru pembimbing sekitar 1.300.

Pekerjaan guru pembimbing disekolah-sekolah didukung dandiperkuat oleh kurikulum SMU 1994 tentang Pedoman Bimbingan dan Konseling, dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Bimbingan dan Konseling kurikulum SMU 1996. Kedua hal tersebut memberikan arah yang lebih jelas bagi status Bimbingan dan Konseling dan petugasnya disekolah.

Namun, dengan adanya kemudahan-kemudahan dalam perkembangan bukan berarti dengan sendirinya BK dapat berjalan. Guru pembimbing perlu melanjutkan kerja keras, yakni mengisinya dengan kewajiban dan tugas profesionalnya dengan perangkat kompetensi guru pembimbing secara nyata.

Pengalaman 25 tahun terakhir sejak diberlakukannya kurikulum SMA 1975 buku IIIC Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan (konseling),

justru sebagian hambatan bersumber dari dalam diri guru pembimbing, disamping hambatan dari lingkungan.

Mengapa masalah administrasi dan organisasi demikian penting? Apa saja yang dikehendaki dan organisasi bimbingan dan konseling disekolah? Dua pertanyaan memberi arah kepada bagaimana penyiapan calon guru pembimbing ketika sedang menjalani prajabatan di Perguruan Tinggi, disamping bagaimana kebutuhan empiris tentang hal tersebut.

Akan tetapi, sayang sekali penelitian-penelitian tindak lanjut tentang kebutuhan empiris belum diketahui. Hanya beberapa laporan mengatakan bahwa belum adanya koordinasi diantara personil, disamping jarang melakukan analisis kebutuhan siswa; apa yang dikerjakan tahun lalu itu juga yang dikerjakan sekarang. Oleh karena itu, untuk memberikan arahan yang lebih jelas, mungkin dengan menelusuri kembali bagaimana penyiapannya di Perguruan Tinggi dapat memberikan informasi yang memadai.

Ditjen Dikti (1982) mengetengahkan beberapa arahan (pokok Tetapi bahasan) dalam mata kuliah OAB, antara lain mengenai asas dan fungsi program bimbingan, pola organisasi bimbingan di sekolah, personil bimbingan (macam, tugas, kualifikasi), bentuk kerja sama konselor-guru dalam tugas umum bimbingan, penyusunan program bimbingan, bentuk kerja sama / bantuan konselor – kepala sekolah, dengan orang tua, denga masyarakat dan masalah lain; masalah suvervisi, peratutran kepegawaian, dan pengembangan karir.

FIP IKIP Malang (1994) memberikan deskripsi mata kuliah Organisasi Manajemen Bimbingan dengan lebih menekankan pada pengorganisasian dan pengelolaan program bimbingan di Sekolah, pengorganisasian layanan dan lainya sesuai dengan silabus Ditjen Dikti 1982.

FIP IKIP Padang (1995) mengusulkan kajian yang berisi sinopsis konsep-konsep administrasi dan organisasi, ruang lingkup, uraian kerja, persyaratan-persyaratan penyusunan program (program harian, cawuan , tahunan), serta peralatan dan implikasinya dalam bentuk satuan layanan dan satuan pendukung, laporan pelaksanaan program, dan rekapitulasi pelaksanaan. Kegiatan diiringi dengan suvervisi terhadap pelaksanaan program dengan memperhatikan hasil studi kelayakan, analisis kebutuhan bimbingan dan konseling, personil, mekanisme kerja, serta kerja sama personil Bimbingan dan Koseling di sekolah.

Bila kutipan diatas diambil pokok-pokoknya, arah yang diinginkan adalah pertama, mengenai program bimbingan dengan pelahiran yang berbeda-beda.

Berdasarkan pokok-pokok diatas, ternyata dengan kegiatan mengadministrasi dan mengorganisasikan, bimbingan dan konseling baru dapat dijalankan dengan persiapan program, pelaksanaan dan koordinasi yang baik, disamping kegiatan memberikan evaluasi. Tanpa itu semua, bimbingan dan konseling tidak akan pernah dapat dirasakan manfaatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar